1811=simply.cant.get.any.more.ideas.on.how.to.name.this.blog.

19.1.06

Gelisah urut kesekian

Hari ini gelisah terlanjur berkuasa. Tepat mengena dari ujung rambut sampai ke ulu hati.

Gelisah pertama. Mengenai berita rancangan UU anti pornografi.

Jadi teringat teman2 di Playboy Indonesia. Se-gimana perjuangan mereka. Se-rebel apa mereka nanti. Kuriositas menjalar. Apalagi di tengah2 pemberitaan pornografi, pornoaksi, dan rencana demo FPI.

Katanya baju tanktop pun akan dilarang, begitu ujar salah satu teman di Hello. Muna, kata aku menimpali.

Ya gimana, hal begini jadi bahan ketawa orang jerman sana, ucap yang lain. Pendidikan moral nol besar, gak nasionalis, gak diajarin lagu2 perjuangan, melulu cuma shalawat, jatuhnya nanti ke pesantren, langsung nge-bom kayak di bali, seru yang lain lagi.

Dan aku makin gelisah. Emosi menimpali mood yang memang sudah tidak wajar.

Langsung ke lajur komentar seorang saya di sini; Semua NOL besar. Pergulatan ini hampir gak ada hasilnya kecuali buang energi dan mempertajam tingkat kebodohan semua termasuk saya. Sangat klasik apa yang mau kusampaikan.

Pakai logika. Mulai dari pendidikan. Pakai kepala. Mulai dari pendidikan. Pakai logika. Mulai dari pendidikan. Apa kerjanya semua kepala di jajaran pendidikan sehingga moralitas makin keruh seperti sekarang?

Tidak usah menjadi sok idealis untuk bicara hal sangat logis seperti ini. Mulailah dari pendidikan. Seperti ujaranku di era Bapak Pembangunan. Indonesia saat ini diwarisi dengan generasi yang sama sekali hanya tahu menghancurkan diri, martabat dan negeri sendiri. Mungkin satu2nya cara cepat untuk memperbaiki semua adalah hapuskan satu generasi dengan cara apapun dan gantikan ia dengan generasi yang datang, yang insyaAllah harus lebih baik dari yang sebelumnya. Mulai lagi dari dasar. Mulai dari pendidikan. Dan aku minta maaf atas pikiran keruhku barusan. Penghapusan satu generasi sama saja melakukan genosida merata.

Pengajaran agama hanya sekian paruh waktu dari keseluruhan waktu hura2 ber-kurikulum di tiap jenjang pendidikan. Pengajaran moral hanya jadi bahan olok2an dari semua waktu senang2 di pilihan benar-salah, bahwa jawaban yang paling panjang dalam ajaran budi pekerti adalah jawaban yang paling tepat saat ujian.

Pengajaran agama tersekulerkan dan terpinggirkan dengan slogan2 bom, teroris, pesantren, haji penjahat di headline suratkabar, ulama penjilat, dan sang raja dangdut Rhoma Irama. Apalagi yang negeri ini butuhkan kecuali usapan2 lembut ajaran agama dan moral dari pengayom2 bangsa seperti mereka yang masih tulus berjuang di luar sana? Bukan pula dari dia yang mengaku ada malaikat di dadanya dan bertitel sebagai bapak bangsa. Bangsa ini sudah melenceng terlalu jauh dari idealitas pendiri2nya.

Teringat bisik salah satu Eyang di Dago, ‘negeri ini sudah susah2 didirikan, tolong jangan dihancurkan sedemikian rupa oleh orang2 kita sendiri’, beliau hanya bisa menerawang gelisah melihat televisi sarat dengan adegan ringseknya bangsa ini sambil sesekali menghembuskan asap gudang garam dari bibirnya yang sudah menua.

Mulai dari pendidikan. Tidak perlu ada larangan tertulis tentang tanktop atau content sebuah media bacaan. Perbaiki mutu ajaran dan pengajar. Perbaiki sistem ajaran agama dan moral mulai dari usia dini. Bagi yang tua sediakan kesempatan untuk terus belajar agama dan moral, semua dengan dukungan dan fasilitas memadai. Jangan hamburkan kekayaan negara cuma buat bangun mal2 megah yang makin me-materi-kan hidup. Perbaiki sendi pendidikan negeri ini. Peliharalah rasa malu karena masih banyak yang bodoh di seantero kolong Indonesia.

Tidak akan mengubah angka perkosaan dan pelecehan seksual bila tanktop ditiadakan di mal-mal. Katanya belanda adalah negara ter-liberal di dunia. Semua bebas di sana. Dan sangat minim angka perkosaan dan kejahatan serupa. Katanya Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Dan hampir semua masih sangat bodoh untuk tahu apa arti menjadi seorang muslim sebenarnya. Sangat jauh dari plot2 teroris. Sangat jauh dari plot2 biadab lainnya. tapi baiknya berkacalah pada contoh kecil yang ditampilkan seorang Abdullah Gymnastiar. Saksikan bagaimana lihainya bisnis dan kelembutan sosok ber-pendidikan disintesakan menjadi kesatuan yang dinamis. Seorang ekonom dan marketing guru, Hermawan Kertadjaya pun terkagum dengan sistem kerja sosok tersebut, ‘hebat orang ini, seorang agamis yang nasionalis .. lihat contohnya, dalam penyelenggaraan acara ini pun beliau menggunakan simbol warna yang tidak ‘islami’ (hijau) tetapi merah dan putih,’ sambil sesekali menyeka keringat sehabis lari 10k di monas.

Orang Indonesia terlalu lama dipasung serba tidak boleh dengan artian sangat harfiah dan tidak mendidik. Semua apa kata guru. Padahal guru juga manusia pembelajar. Murid juga sama. Semua orang Indonesia kini merasa paling pintar karena merasa paling tahu dengan moral dan pilihan2nya. Bukan pilihan namanya bila kondisinya seperti ini.

Dulu serba dilarang – tertahan – tiba2 keran kebebasan dibuka – kebablasan – gak ada dasar kuat untuk memfilter apa yang guna dan baik – makin kebablasan – makin bertambah jumlah si sok pintar – kondisi pinter meminteri – dan semua makin kedodoran .. apa yang mau dipilih? Bagaimana cara memilih? Kebiasaan disuapin kok ..

Okay, makin melantur. Dipersingkat lebih nyaman sepertinya.

Orang Indonesia dilanda krisis identitas diri. Tidak mengenali siapa dirinya. Coba buka Kartu Tanda Penduduk sebagai satu2nya alat bantu otentik untuk mengenali siapa saya sebenarnya.

Siapa saya?

Ada nama. Tempat tanggal lahir. Nomor urut kependudukan. Saya sudah terdaftar sebagai warga. Dimana? Di Indonesia.

Saya orang Indonesia.

Siapakah orang Indonesia itu? Sepeti apakah ia? Bagaimana menjadi orang Indonesia?

(jawaban ada di diri masing-masing. Tapi bisakah bebas nilai dalam menjawab ini?)

Ada agama. Islam.

Saya orang Islam.

Siapakah orang Islam itu? Seperti apakah ia? Bagaimana menjadi orang Islam?

(jangan mengaku pintar bila untuk sehari-hari saja kita sering buyarkan identitas diri kita sendiri)

Saya orang Indonesia. Dan saya belajar menjadi orang Indonesia. Sedari kecil. Mulai dari pendidikan. Belajar sejarah. Belajar bahasa. Belajar mengerti dan membawa diri sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap artian ‘siapa saya’. Sebagai seorang Indonesian.

Saya orang Islam. Dan saya belajar menjadi orang Islam. Sedari kecil. Belajar mengaji. Belajar Shalat. Belajar bertingkah laku dan menjalankan kewajiban dan hak sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap artian ‘siapa saya’. Sebagai seorang muslimin.

Sekian curhat kegelisahan pertama saya.

Pastinya jika ada yang membaca ini mungkin ada yang berucap, ‘how silly orang ini dan tulisannya’. Itu hak anda. Pastinya anda orang yang tidak silly, bolehlah kapan2 saya diajari untuk tidak menjadi silly seperti ini. Saya masih harus banyak belajar.

Mulailah dari pendidikan. Jaya terus Indonesiaku!

0 Comments:

Post a Comment

<< Home